Langsung ke konten utama

Perjalanan Daulah Khilafah Kemunculan Al-mahdi ra.

Diantara kaum muslimin hari ini berada dalam paradigma keliru yang menyatakan bahwa takkan pernah tegak Khilafah Islam, kecuali tiba masanya kedatanya Imam Al-Mahdi. Sebagai pemimpin kaum muslimin yang telah dijanjikan oleh Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam yang akan membawa keadilan dan kedamaian di antara umat manusia.

Lebih lanjut, mereka juga ada yang beranggapan—seraya menyandarkan pada hadits Rasululloh  Shallallohu ‘alaihi wasallam tentang Nubuwwat Akhir Zaman—dengan menyatakan bahwa seandainya saja benar ada Daulah Khilafah sebelum era Al-Mahdi, pastilah tidak akan ada kedzaliman pada masa-masa sebelum datangnya Imam Mahdi. Sebab, dalam bayangan mereka, ketika Daulah Khilafah ini wujud di dunia ini, maka serta merta kehidupan akan menjadi nyaman dan tentram, sementara kezaliman akan sirna dengan sendirinya.

Barangkali anggapan itu tidak sepenuhnya salah, akan tetapi harus dijelaskan dari sudut pandang mana keadaan itu wujud (adil dan tentram)? Sebab, di dunia ini sejak diturunkannya Nabi Adam p tidak pernah ada yang namanya dunia hanya dipenuhi oleh keadilan dan ketentraman semata. Sejak pertama kali Qabil bin Adam membunuh saudaranya Habil bin Adam, maka sejak saat itu manusia senantiasa dalam perseteruan dan mudah untuk saling bertikai. Dan dengan alasan inilah, seharusnya kita semakin yakin, bahwasanya dengan adanya Syari’at Islam yang dibawa oleh Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam, ia akan menjadi obat untuk mengatasi persoalan yang selalu menyertai manusia.

Tidak ada yang memungkiri lagi, bahwasanya Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam adalah sebaik-baik Nabi dan Rasul. Beliau adalah sebaik-baik sosok manusia yang memiliki akhlak yang paling mulia dalam seluruh catatan sejarah umat manusia. Dan tidak diragukan lagi, bahwasanya beliau pula sebaik-baik pemimpin negara dan umat. Dan sejarah telah menjadi saksi bahwa beliaulah komandan perang yang terbaik.

Namun, pada kenyataannya ketika beliau diutus oleh Allah Subhanahu wata’ala di muka bumi, dan menyebarkan keadilan di Madinah dan Makkah, mengatur seluruh umat Islam dibawah naungan Daulah, tetap saja akan ditemukan di wajah bumi yang lain (Romawi dan Persia) berbagai macam kezaliman dan kesyirikan.

Kenyataan itu menunjukkan kepada kita, bahwa wajah dunia ini secara garis besar, sejak dulu hingga sekarang terbagi menjadi dua sisi. Yaitu; (1) wajah dunia yang adil dan tentram di bawah naungan Daulah Khilafah bersama Syariat Islam yang menjadi dasar negaranya, dan (2) wajah dunia yang zalim dan penuh kesyirikan di bawah naungan Darul Kufri bersama undang-undang thagut yang menjadi dasar negaranya.

Oleh karenanya, keberadaan Daulah Khilafah itu bertujuan untuk menundukkan seluruh Umat Manusia kepada perintah Alloh (Syari’at Islam), “Sehingga tidak ada lagi fitnah (kesyirikan) dan dijadikannya Dien hanya milik Alloh.” [Al-Anfal: 39]

Usaha ini sudah dilakukan sejak diutusnya Rasul pertama, Nuh p hingga Rasul terakhir, yaitu Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam. Kemudian ketika Rasululloh wafat misi ini kembali diemban oleh Kulafaa’u Rasyidin, Khilafah bani Umayyah dan ‘Abbassyiyah. Dan peristiwa terus dipergulirkan hingga keruntuhannya Khilafah dan dunia kosong dari Daulah Khilafah. Elemen-elemen umat Islam seluruh dunia saling bahu-membahu untuk menegakkan kembali Daulah Khilafah ini setelah kekosongannya sekitar 100 tahun.

Pada masa kekosongan Daulah Khilafah itu, umat Islam tercecer di seluruh penjuru bumi dan mereka hidup dibawah penjajahan kaum salibis dan pagan, secara silih berganti. Dan didapati pada hari ini umat Islam dalam kondisi yang berbeda-beda di setiap negeri yang pada intinya mereka hidup dibawah aturan undang-undang Ilyasiq modern dan dipimpin oleh Thawaghit yang mengerahkan seluruh kekuatannya untuk memerangi siapa saja yang mencoba bangkit dan mengangkat Syariat Alloh ke permukaan bumi.

Hingga tiba masanya—dengan karunia Alloh l—dideklarasikannya Daulah Khilafah Al-Islamiyah yang kini wilayahnya meliputi Iraq dan Syam, sebagian wilayah Nigeria, Libya, Sinai, Khurasan, Kaukasus dan beberapa wilayah yang lainnya.

Setelah menyaksikan realitas dimana umat Islam dalam keadaan tercecer diseluruh penjuru negeri, maka sangat mustahil ketika Daulah Khilafah itu dideklarasikan serta merta umat Islam yang berada di seluruh pelosok bumi bebas dan lolos dari intaian serta dari penjajahan musuh-musuh Alloh. Kecuali mereka semua bersedia hijrah ke Daulah Khilafah dan tak satupun diantara mereka yang menetap di Darul Kufri.

Sebelumnya telah disebutkan, bahwa diantara umat Islam hari ini memiliki anggapan bahwa kalau benar sebelum era Imam Mahdi ada Daulah Khilafah, pastilah di dunia ini tidak akan ada lagi kezaliman. Maka, dengan adanya penjelasan yang dipaparkan diatas kita bisa memahami bahwa semua itu pasti membutuhkan proses yang panjang. Walaupun diantara mereka yang masih keukeuhdengan anggapan itu (tidak menganggap sah Khilafah yang baru saja di deklarasikan, red), tetap mementahkan keterangan ini, seraya berpendapat bahwa jika ada Daulah Khilafah sebelum era Al-Mahdi, pastilah Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam akan menyebutkan di dalam sabdanya. Itu diantara permisalan pendapat-pendapat yang biasanya digunakan oleh orang-orang yang menolak deklarasi Daulah Khilafah 1 Ramadhan 1435 H silam.

Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Adalah di tengah-tengah kamu (masa) kenabian sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Kemudian akan ada (masa) khilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan Minhaj (jalan) kenabian sampai pada (masa) yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Setelah itu akan ada kerajaan yang menggigit dengan kuat (berpegang pada sunnah) hingga pada waktu yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Sesudah itu akan ada kerajaan yang sewenang-wenang sampai pada waktu yang dikehendaki oleh Allah adanya, kemudian Allah menghilangkannya manakala Dia berkehendak. Kemudian akan adaKhilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan Minhaj (jalan) kenabian. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diam.” [Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad no. 18903, 40/56, Lihat Silsilah Shahihah No. 5]

Adalah riyawat diatas disampaikan oleh Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam dalam konteks umum dan saling melengkapi dengan riwayat yang lainnya, sehingga dikenal dengan istilah Nubuwwat Akhir Zaman.  Terkait hadits tersebut para ulama kontemporer sepakat, bahwasanya umat Islam sekarang ini berada pada masa, “kerajaan yang sewenang-wenang.”

Kemudian hendak menuju pada tahapan selanjutnya, yaitu masa sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, Khilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan Minhaj (jalan) kenabian.”

Adalah deklarasi Daulah Khilafah pada 1 Ramadhan 1435 H yang lalu, dengan demikian secara disadari atau tidak, pada hakikatnya umat ini telah berpindah kepada tahapan selanjutnya, yaitu masa kembalinya Daulah Khilafah setelah keruntuhannya selama hampir 100 tahun silam.

Terlepas adanya penolakan beberapa pihak,  dan menganggap deklarasi Daulah Khilafah ini tidak sah, baik dikarenakan mereka tidak dilibatkan dalam Mejelis Syuro atau tidak diminta pendapatnya terkait deklarasi ini, sejatinya umat Islam telah menuju masa yang sebagaimana Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam sabdakan. Yaitu masa kembalinya Daulah Khilafah yang dengannya Umat Islam telah mengakhiri masa sebelumnya dan mulai beranjak pada masa berikutnya,Khilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan Minhaj (jalan) kenabian.” insya Alloh.

Perlu kiranya ditekankan, bahwa pada intinya—terkait dengan hadits diatas—Rasululloh tidak menyebutkan secara eksplisit (jelas) bahwa Daulah Khilafah yang wujud diakhir zaman itu langsung dipimpin oleh Imam Mahdi. Sehingga, sangat mungkin kiranya pada Kekhilafahan yang berdiri di akhir zaman (sebelum diutusnya Imam Mahdi), ia tidak serta-merta sang Khalifah pertamanya adalah Imam Mahdi, sebagaimana anggapan keliru yang diyakini oleh kebanyakan orang. Hal ini dikuatkan oleh beberapa pendapat Ulama yang akan dipaparkan sebagaimana berikut.

Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir t pernah menyebutkan, “Al-Mahdi adalah Muhammad bin Abdulloh Al-‘Alawi Al-Fatimi Al-Hasani. Alloh akan mengishlahnya dalam satu malam. Maksudnya, Alloh menerima taubatnya, memberinya taufik, memberinya petunjuk, setelah sebelumnya tidak demikian. Kemudian Alloh menopangnya dari penduduk Masyrik (timur) yang mereka akan menolongnya dan mengokohkan pemerintahannya (Sulthan) dan mengokohkan pilar-pilarnya dan dijadikan pula Panji Hitam sebagai Ar-Rayah-nya.[1]  Sebagai arti dari sebuah kewibawaan. Karena Ar-Rayah yang dimiliki Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam adalah Panji Hitam, yang disebut dengan Al-‘Uqab”[2]

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Bani sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Katsir t. Beliau berkata, “Ketahuilah wahai saudaraku sesama muslim, sesungguhnya banyak kaum muslimin yang pada hari ini telah menyimpang dari kebenaran dalam masalah ini. Diantara mereka ada yang memiliki keyakinan bahwa Daulah Islam tidak akan tegak kecuali dengan keluarnya Al-Mahdi. Pendapat ini adalah sebuah khurafat dan kesesatan yang dicampakkan oleh syetan ke dalam hati banyak masyarakat awam. Terutama lagi orang-orang sufi diantara mereka. Tidak ada satu dasarpun hadits-hadits tentang Al-Mahdi yang menyiratkan hal itu. Bahkan, hadits-hadits tentang Al-Mahdi tidak lebih dari berita gembira dari Nabi kepada kaum muslimin akan datangnya seorang laki-laki dari Ahlul Bait beliau.

Beliau menyebutkan sifat-sifat lelaki tersebut, yang diantaranya adalah; ia memutuskan perkara dengan Islam, dan menyebarkan keadilan diantara umat manusia. Dia (Imam Mahdi) dengan demikian sebenarnya adalah salah seorang mujaddid yang diutus oleh Alloh ta’ala pada penghujung setiap seratus tahun, seperti yang dijelaskan dalam hadits shahih. Sebagaimana hadits (tentang mujaddid) tersebut, tidak berarti (Umat Islam) boleh meninggalkan usaha menuntut ilmu dan berusaha memperbarui agama dengan ilmu. Demikian pula—dengan hadits-hadits tentang—keluarnya Al-Mahdi, tidak boleh mengandalkan diri kepada kehadirannya, tidak mengupayakan persiapan kekuatan dan mengupayakan tegaknya hukum Alloh di muka bumi.

Justeru, yang benar adalah sebaliknya, karena usaha Al-Mahdi tidak akan lebih besar dari usaha Nabi kita Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam yang bekerja selama 23 tahun untuk menguatkan pilar-pilar bangunan Islam dan menegakkan Daulahnya. Apa yang akan dilakukan oleh Al-Mahdi jika ia keluar pada masa sekarang, sementara ia mendapati kaum muslimin tercerai-berai dalam banyak kelompok dan golongan, dan masyarakat tidak mengangkat para pemimpin dari golongan Ulama—kecuali hanya segelintir diantara mereka—. Sudah pasti, Al-Mahdi tidak akan mampu menegakkan Daulah Islam, kecuali setelah ia menyatukan kaum muslimin dalam satu barisan, di bawah Panji (bendera) yang satu.  Tidak diragukan lagi, bahwa hal tersebut akan membutuhkan waktu yang panjang. Wallohu a’lam bish showab.

Menurut Syari’at dan akal sehat, pekerjaan seperti itu hanya mampu dilakukan oleh orang-orang Islam yang ikhlash. Sehingga ketika Imam Mahdi keluar, ia tinggal memimpin mereka menuju kemenangan.

Kalaupun Imam Mahdi belum keluar, toh mereka sudah mengerjakan apa yang sudah menjadi kewajiban mereka. Alloh Subhanahu wata’ala berfirman, ‘Dan katakanlah: bekerjalah kalian, niscaya Alloh akan melihat pekerjaan kalian, begitu juga Rasul-rasulNya dan orang-orang yang beriman’ (At-Taubah 105).” [Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah 4/42-43][3]

Ulama lainnya yang juga sependapat dengan beliau adalah Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dan Syaikh Ziyad Dubaij. Mereka berdua mengatakan, “Hendaklah semua pihak mengetahui, sesungguhnya Khilafah Rasyidah akan kembali tegak sebelum kemunculan Al-Mahdi. Tidak sebagaimana yang dipersangkakan oleh masyarakat, juga persangkaan sebagian Jama’ah (kelompok-kelompok) Islam, bahwa Khilafah akan ditegakkan kembali—hanya—oleh Al-Mahdi. Karenanya mereka menunggu-nunggu kemunculannya. Persangkaan ini tidak ada dalilnya, ia tidak lain hanyalah praduga dan tebakan semata. Diantara dalil-dalil yang menegaskan bahwa Khilafah akan kembali tegak sebelum kehadiran Khalifah Shaleh (Imam Mahdi), adalah—hadits yang menceritakan tentang—kaum muslimin akan merebut kembali Baitul Maqdish dari tangan Yahudi. Maknanya, Baitul Maqdish berada dalam genggaman kaum muslimin (kembali). Padahal, saat ini Baitul Maqdish ternoda dibawah penjajahan Zionis Yahudi yang keji. Maka jelas, Khilafah akan tegak sebelum kemunculan Al-Mahdi, karena Khilafah merupakan satu-satunya jalan untuk mengembalikan ‘Izzah Islam yang mulia.”[4]

Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir t dalam kitab tafsirnya menyebutkan ketika menafsirkan ayat:

“…Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin.” [Al-Maidah: 12]

Beliau berkata, “Jabir bin Samurah a menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Urusan manusia masih tetap lancar selagi mereka diperintah oleh 12 orang laki-laki.’ Kemudian Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam mengatakan suatu kalimat yang tidak dapat kudengar dengan baik, lalu aku menanyakan (kepada orang lain) tentang apa yang dikatakan oleh Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam. Maka ia menjawab bahwa Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Mereka semuanya adalah Quraisy’Makna hadits ini mengandung berita gembira yang menyatakan bahwa kelak akan ada 12 orang Khalifah Shaleh yang menegakkan perkara Haq dan bersikap adil di kalangan mereka.

Hal ini tidak memastikan berurutannya mereka, yakni masa-masa pemerintahan mereka. Akan tetapi terdapat empat orang dari mereka yang berurutan masa pemerintahannya, seperti empat orang Khalifah Rasyidin; yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali g. Diantaranya lagi ialah Umar bin Abdul Aziz, hal ini tanpa diragukan lagi menurut pendapat para Imam (Ahlussunnah). Dan sebagiannya lagi—dari 12 orang itu—Khalifah dari kalangan Bani Abbasyiyah. Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum mereka semuanya memerintah, sebagai suatu kepastian. Menurut lahiriyahnya salah seorang dari mereka adalah Imam Mahdi.” Selesai perkataan Ibnu Katsir t.

Kemudian pada kesempatan yang sama, Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa, “Akan tetapi, Imam Mahdi ini bukanlah Imam yang ditunggu-tunggu kedatanyannya sebagaimana dugaan orang-orang Syiah Rafidhah, yang dia akan muncul dari bunker-bunker kota Samara, karena sesungguhnya hal tersebut tidak ada kenyataannya dan tidak ada sama sekali. Bahkan hal tersebut hanyalah merupakan igauan dan akal-akalan yang rendah dan ilusi dari akal yang lemah.” Selesai perkataan Ibnu Katsir t.

Dari sini sebenarnya cukup jelas apa yang dikatakan oleh Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir t, bahwa keberadaan atau munculnya 12 orang Khalifah Shaleh yang muncul dari umat ini tidak memastikan keberurutan mereka dan masa pemerintahan mereka. Boleh jadi diantara masa kepemimpinan 12 Khalifah Shaleh yang disebutkan oleh Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam terdapat Khalifah bukan dari kalangan mereka. Sebagaimana urutan Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak diangkat setelah Khalifah Ali a, dan urutan Khalifah Shaleh yang terdapat diantara Khilafah Bani Abbasyiyah tidak diangkat melainkan setelah berakhirnya masa Kekhilafahan Bani Umayyah. Bahkan, diantara datangnya Khalifah Shaleh yang berikutnya, terkadang diisi oleh Khalifah yang zhalim. Sebagaimana Yazid bin Mu’awiyah diangkat jauh sebelum Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

KHILAFAH YANG KOKOH MEMERLUKAN PILAR YANG KOKOH

Pada intinya, bahwa masa pemerintahan Khilafah sebelumnya itu akan menjadi jembatan dan berfungsi sebagai pilar-pilar negara untuk wujudnya masa pemerintahan Kekhilafahan setelahnya. Ini adalah syarat penting supaya pemerintahan Khalifah berikutnya bisa tetap berjalan dengan tetap wujudnya pilar-pilar tersebut. Dan orang yang pertama kali merintis pilar-pilar Daulah Islam itu adalah sebaik-baik pemimpin umat manusia dan sebaik baik pemilik akhlak mulia, beliau adalah Rasululloh Muhammad Shallallohu ‘alaihi wasallam.

Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam adalah perintis pertama yang membangun pilar-pilar Daulah Islam di Madinah, hingga terjadinya peristiwa futuh Makkah dan menjadikannya bagian dari Daulah Islam. Sehingga, pilar-pilar yang telah dikembangkan dan ditegakkan oleh Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam dengan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah beliau itu menjadi pedoman dan jembatan untuk lahirnya Khalifah Shaleh dari 4 Shahabat terbaik beliau; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali g. Keadaan ini terus berlanjut sehingga umat manusia  akan dipimpin oleh 12 Khalifah Shaleh dan yang terakhir adalah Imam Mahdi.

Jika kita menggunakan prinsip menolak adanya Daulah Khilafah sebelum era Al-Mahdi, sama halnya dengan menolak sahnya Khalifah selain 12 Khalifah Shaleh yang dijanjikan Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam. Padahal sangat jelas sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafidz Ibnu Katsir t, bahwa Nubuwwat Rasululloh terkait adanya 12 Khalifah Shaleh itu, kehadiran mereka tidak memastikan keberurutannya.

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya para Ulama menyepakati sahnya Daulah Khilafah, walaupun ia dipimpin oleh selain 12 Khalifah Shaleh, atau Imam Al-Mahdi. Selama Khalifahnya memenuhi persyaratan, dan ketika sang Khalifah memimpin, ia memerintah sebagaimana yang dituntunkan oleh Syari’at dan menerapkan Syari’at Islam secara Kaaffah pada setiap wilayah yang telah dikuasai. Hal ini dikarenakan,  sangat sulit sekali untuk mendeteksi tanda-tanda atau sifat-sifat yang dimiliki oleh orang yang termasuk dalam 12 Khalifah Shaleh. Melainkan setelah mereka memimpin dengan penuh keadilan. Hanya Alloh Subhanahu wata’ala sajalah yang mengetahui rahasia tersebut. Adapun sebagai manusia dan hambaNya yang senantiasa bertawakkal kepadaNya, maka ikhtiyar adalah jalan terbaik. Dari pada hanya melamun sembari duduk-duduk dikursi yang tiada sedikitpun faedah dan manfaatnya yang dapat berimbas baik kepada Dien Islam dan Umatnya.

Adalah setiap kepemimpinan Daulah Islam di masa kejayaannya yang silih berganti, mereka senantiasa menegakkan pilar-pilar Daulah Islam secara paripurna dan mengadakan perbaikan secara terus menerus. Sehingga, tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa kepemimpinan Daulah Islam sebelumnya menjadi jembatan yang akan mengokohkan elemen dan pilar-pilar untuk kepemimpinan Daulah Khilafah berikutnya. Dan inilah yang dilakukan oleh Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam dan diwariskan kepada 4 Khalifah Rasyidin setelahnya, dari kalangan Shahabat terbaik beliau g.

Dan diantara pilar-pilar dasar yang dibangun Rasululloh adalah Yastrib, yang kemudian dikenal dengan nama Madinah, sebagai tempat pertama yang menjadi bumi hijrah dan jihad kaum muslimin waktu itu. Kemudian Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam mempersiapkan para Shahabatnya menjadi generasi-generasi rabbani yang memiliki kecakapan yang istimewa dalam hal keimanan, ketaqwaan, ilmu Syar’i, metode perang, cara menggentarkan musuh dan bagaimana mempertahankan Daulah Islam yang sudah tegak berdiri.

Selain dari pada itu, Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam juga mempersiapkan para Shahabatnnya untuk siap menjadi bagian dan pilar-pilar yang mengisi keberlangsungannya Daulah Islam selanjutnya. Serta yang lebih tidak kalah penting dari itu adalah untuk mempersiapkan mereka menjadi pemimpin yang Shaleh yang akan menggantikan posisi beliau dalam memimpin Umat Islam. Dari generasi mereka itu terlahir orang-orang yang termasuk dalam jajaran 12 Khalifah Shaleh. Dan terus demikian hingga terlahir pula di akhir zaman ini nantinya sosok yang dikenal dengan Imam Mahdi. Wallohu a’lam.

Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada para Shahabatnya bagaimana caranya mengirim utusan kepada wilayah musuh. Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam mengajarkan bagaimana menyusun kekuatan bala tentara. Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam  mengajarkan bagaimana membangun pilar-pilar yang akan bertindak sebagai badan keuangan negara atau Baitul Maal, Mahkamah Syari’ah, dan beliau membangun pilar-pilar serta petunjuknya untuk mengatur setiap wilayah yang dikuasai dan diberlakukan di dalamnya Syari’at Islam.

Seluruh pilar-pilar yang dibutuhkan untuk membangun tegaknya suatu negara yang independen tak satupun tertinggal, melainkan Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan bagaimana cara mengelolanya dan bagaimana mempersiapkannya untuk dijadikan sebagai jembatan bagi kepemimpinan Daulah Islam berikutnya. Dalam sabda beliau berikut ini menunjukkan bahwa Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada Shahabatnya untuk senantiasa membangun pilar dan kekuatan untuh Daulah Islam, agar ia senantiasa tegak, kokoh dan tetap wujud walaupun kepemimpinan mereka silih berganti.

Dari Ibnu Abbas a berkata, Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik persahabatan adalah 4 orang, sebaik-baik pasukan 400 personel, sebaik-baik tentera 4.000 personel, dan umat Islam tidak boleh dikalahkan kalau jumlah mereka 12.000 dengan sebab jumlah itu.” [HR. Ahmad, 6/260]

WUJUDNYA PILAR DAULAH ISLAM ADALAH PERKARA PENTING

Adalah keberadaan pilar Daulah Islam adalah sesuatu yang sangat penting untuk wujudnya Daulah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah di akhir zaman ini. Sebagai suatu kepastian yang tertuang dalam sabda Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam. Dan tidak bisa dipungkiri lagi, keberadaan tentara adalah salah satu pilar penting sebagai kekuatan dasar untuk tetap eksisnya sebuah Daulah Islam, dan untuk tetap menjaga serta mempertahankan eksistensinya dari gempuran musuh-musuh Alloh Subhanahu wata’ala  Dien Islam dan kaum Muslimn.

Jumlah kaum muslimin yang banyak dan kekuatan mereka yang besar tidak akan berguna melainkan mereka bersatu dibawah naungan Daulah Khilafah untuk menjaga tetap tegaknya pilar-pilar Daulah Islam. Hal ini selaras dengan kaidah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t,“Sesungguhnya suatu kewajiban yang tidak sempurna dengan adanya sarana, maka sarana itu menjadi wajib” [Majmu’ Fatawa 28/259]

Oleh karenanya, keberadaan pilar-pilar Daulah Khilafah adalah salah satu sarana untuk tegaknya Daulah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, sebagai Daulah yang nantinya akan disambut dan dipimpin oleh Imam Mahdi. Pilar-pilar tersebut adalah hal yang harus wujud untuk keberlangsungan Daulah Khilafah hari ini dan berikutnya, dan agar supaya ia layak untuk dikatakan sebagai Daulah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah dalam arti yang sebenarnya.

Jika tidak ada satu pilarpun yang dibangun dan dikokohkan oleh Umat Islam hari ini, lantas darimana bangunan Daulah Khilafah Islam itu akan berdiri? Darimana suatu wilayah dapat dikatakan sebagai Daulah Islam jika tidak memiliki pilar-pilarnya?

Jika semua elemen dan pilar yang dibutuhkan dalam membangun sebuah Daulah Islam telah wujud, maka hanya dengan kehendak Alloh Subhanahu wata’ala kepemimpinan itu akan diserahkanNya kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Hanya Alloh Subhanahu wata’ala Yang Maha Mengetahui kapan waktunya Alloh Subhanahu wata’ala akan mengangkat salah seorang dari hambaNya sebagai Imam Mahdi,  yang akan menjadi Khalifah Shaleh yang akan memimpin Daulah Islam yang sudah memiliki pilar yang kokoh. Oleh karena itu, adalah hal yang aneh, jika Imam Mahdi diutus hari ini, sementara belum ada pilar Daulah Islam yang kokoh, atau masih ditemukan beberapa kekurangan dalam pilar Daulah tersebut. Apa nantinya yang hendak dilakukan Imam Mahdi??

Ini adalah Sunnatulloh. Sebagai hukum sebab akibat yang telah Alloh Subhanahu wata’ala tetapkan padanya. Manakala tersedia pilar-pilar dan elemen-elemen Daulah Khilafah yang kokoh dan wujud, hal ini dijadikan oleh Alloh Subhanahu wata’ala sebagai sarana untuk mengangkat salah seorang diantara hambaNya sebagai Khalifah Shaleh yang akan muncul di akhir zaman ini, yaitu Imam Mahdi. Beliaulah sang Khalifah Shaleh yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan Daulah Khilafah, dan menjadikannya sebagai Daulah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah dalam praktek yang sebenar-benarnya.

Jika Daulah Khilafah yang baru saja dideklarasikan pada 1 Ramadhan 1435 H (2014) itu bukan Khilafah Al-Mahdi, namun bukan berarti Khilafah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin Abu Bakar Al-Baghdady ini bukan Khilafah yang sah. Karena, tidak disyaratkan bahwa Khilafah di akhir zaman itu kemunculannya harus langsung dipimpin oleh Imam Mahdi, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir dan beberapa Ulama Kontemporer sebelumnya.

Marilah kita berdo’a kepada Alloh Subhanahu wata’ala agar menjadikan Khilafah yang usianya genap 1 tahun ini sebagai Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, meskipun belum dipimpin oleh Imam Mahdi. Sehingga, dengan eksisnya Khilafah Islam ini dan dengan segala pilar-pilar Daulah Islam yang dimilikinya, dengannya Alloh menjadikannya sebagai sarana atau jembatan yang akan digunakan untuk menyambut datangnya Imam Mahdi yang akan dibai’at olah bala tentaranya dan seluruh rakyatnya. Insya Alloh.

Dengan demikian, seandainya pilar-pilar Daulah Khilafah itu tidak wujud hari ini, bangunan-bangunan dan elemen-elemen untuk dikatakan sebagai Daulah Khilafah itu tidak ada, bala tentaranya tidak ada, Baitul Maalnya tidak ada, Ahlul Halli wal ‘Aqdi-nya tidak ada, wilayahnya tidak ada, Mahkamah Syari’ahnya tidak ada, maka sulit kiranya untuk bisa diterima oleh akal yang sehat, jika Imam Mahdi akan turun ke bumi dan beliau langsung memimpin Daulah Khilafah yang muncul dalam sekejap dan hadir dengan segala pilar dan elemen Daulah Khilafah yang lengkap bersama bala tentaranya dan yang lainnya! Mungkinkah?

Siapa yang bersedia menyerahkan wilayah-wilayah yang terbentang luas dan berada di bawah kontrol penuh dari seorang amir, lengkap beserta rakyat yang bermukim di dalamnya, dan bala tentaranya, kemudian diserahkan secara suka rela untuk dipimpin oleh Imam Mahdi?

Apakah akal ini kemudian ingin berspekulasi bahwa Imam Mahdi sendiri yang akan merintis Daulah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah di akhir zaman dari titik nol? Tentu tidak mungkin bukan!? Justeru yang lebih masuk akal adalah sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya. Karena semuanya berlaku berdasarkan Sunnatulloh.

Jika Umat Islam berupaya untuk menegakkan Daulah Khilafah yang sesuai dengan Minhaj Kenabian, maka mudah bagi Alloh Subhanahu wata’ala untuk membaguskan kerja Umat Islam itu, dan mengaruniakannya Khalifah Shaleh yang akan memimpin mereka. Insya Alloh.

Dalam suatu riwayat tentang Nubuwwat Akhir Zaman menyebutkan, bahwa masa kepemimpinan Imam Mahdi sejak dibai’atnya menjadi Khalifah, beliau hanya menetap di dunia selama 7 tahun.[5] Dalam rentang waktu itu, beliau menghabiskan masa kepemimpinannya untuk memimpin kaum muslimin dalam penaklukkan Jazirah Arab, Syam, memimpin pertempuran Al-Malhamah Kubra, penaklukkan Konstantinopel, hingga turunnya Nabi Isa p di sebelah timur menara putih Damaskus. Dan melalui perantara Isa p, si gembong kekafiran, Dajjal, dibunuh.

Imam Mahdi terus memimpin Daulah Islam dan menjaga pilar-pilarnya agar tetap kokoh berdiri sebagai Khilafah Daulah Islamiyah ‘Ala Minhajin Nubuwwah dalam arti yang sebenarnya, hingga beliau diwafatkan. Dan atas kehendak Alloh Subhanahu wata’ala pilar-pilar Daulah Khilafah yang telah berdiri menjadi jembatan untuk dibai’atnya Isa p sebagai Amirul Mukminin.

Nabi Isa p turun pada akhir zaman juga dalam rangka untuk menghapus Syariat Jizyah, memerangi seluruh golongan yang menolak untuk masuk Islam dan yang menolak untuk tunduk di bawah aturan Syari’at Islam. Beliau akan mematahkan salib dan membunuh seluruh babi.

Dengan demikian seluruh wilayah kekuasaan Daulah Islam benar-benar dalam keadaan steril dari orang-orang kafir harbi maupun dzimmi, disebabkan tidak adanya Jizyah yang menjadi jaminan untuk orang kafir yang ingin tinggal di wilayah kekuasaan Daulah Islam. Dan inilah misi diturunkannya Nabi Isa p, untuk memerangi orang-orang kafir, sehingga “tidak ada lagi fitnah dan dijadikannya Dien itu semuanya menjadi milik Alloh Subhanahu wata’ala ”

Dalam keadaan seperti itu kezaliman diseluruh dunia akan sirna, dan tidak ada lagi di sudut-sudut kolong langit, melainkan cahaya Islam pasti akan meneranginya.

Jika prinsip sebelumnya yang dipegang adalah prinsip yang menyatakan seandainya ada Daulah Khilafah sebelum Imam Mahdi pasti tidak akan ada kezaliman, maka mengapa turunnya Dajjal justeru setelah datangnya Imam Mahdi?

Hal ini menandakan, bahwa meskipun Daulah Islam yang dipimpin Imam Mahdi itu telah wujud, fitnah dan kezaliman itu tetap ada. Hanya saja, dalam konteks wajah dunia yang berada di luar kontrol Daulah Islam. It won’t be instans, semua pasti membutuhkan proses untuk bisa mencapai pada suatu titik di mana Imam Mahdi mampu untuk mengondisikan wajah dunia menjadi satu warna: dipenuhi oleh keadilan dan kedamaian dalam sudut pandang Syar’i.

Oleh karena itu, pertanyaan penting yang muncul pada saat ini adalah: Siapakah yang akan mewujudkan pilar-pilar Daulah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah yang akan mengokohkan kepemimpinan Imam Mahdi? Maka, jawabannya, tidak lain dan tidak bukan, yang bisa diterima oleh akal yang sehat untuk saat ini adalah Daulah Khilafah yang sudah wujud hari ini, bersama seluruh pilar-pilar, elemen, bala tentara, rakyat dan seluruh wilayah yang berada dibawah kekuasaannya, yang dipimpin oleh keturunan Quraisy dan keturunan Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam, yaitu Amirul Mukminin Syaikh Abu Bakar Al-Baghdadyhafizhahulloh.

Kita berdo’a kepada Alloh Subhanahu wata’ala agar menjadikannya sebagai Daulah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam. Semoga Alloh memberikan pertolongan dan memberi petunjuk kepadanya dan kepada seluruh bala tentaranya, beserta seluruh rakyatnya. Dan semoga Alloh memudahkan seluruh kaum muslimin untuk berhijrah ke wilayah yang dikuasai oleh Daulah Khilafah ini, sertia mengambil mereka sebagai bagian dari bala tentaranya dan meraih Syahadah di jalanNya.  Dan hendaknya kita senantiasa berdo’a semoga Alloh Subhanahu wata’ala melapangkan hati dan memberi petunjuk kepada seluruh kaum muslimin untuk bersatu di bawah naungan Daulah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah.  Aamiin!

——————

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODERN

IQRO... Setiap 1000  orang  makhluk  yg  melewati jembatan  siratal mustaqim   ,hanya 1  orang  saja  yg  berhasil  lolos   mpe ke surga   ??  😭😭😭  👇👇 ... ✐ Selepas Malaikat Israfil meniup sangkakala (bentuknya seperti tanduk besar) yang memekakkan telinga, seluruh makhluk mati kecuali Izrail & beberapa malaikat yang lain. Selepas itu, Izrail pun mencabut nyawa malaikat yang tinggal dan akhirnya nyawanya sendiri. ✐ Selepas semua makhluk mati, Tuhan pun berfirman mafhumnya "Kepunyaan siapakah kerajaan hari ini?" Tiada siapa yang menjawab. Lalu Dia sendiri menjawab dengan keagunganNya "Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa." Ini menunjukkan kebesaran & keagunganNya sebagai Tuhan yg Maha Kuasa lagi Maha Kekal Hidup, tidak mati. ✐ Selepas 40 tahun, Malaikat Israfil alaihis salam dihidupkan, seterusnya meniup sangkakala untuk kali ke-2, lantas seluruh makhluk hidup semula di atas bumi putih, berupa padang Mahsyar (umpama padang Ara

Beberapa doa

Assalamualaikum wr.wb. SahabatKu inilah doa yg di cari anda... pertama doa Mohon Khusyu' dan Doa Maqbul اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا ALLOOHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MINAL 'AJZI WAL KASALI, WAL JUBNI WAL BUKHLI WAL HAROMI, WA'ADZAABIL QOBRI, ALLOOHUMMA AATI NAFSII TAQWAAHAA, WAZAKKIHAA ANTA KHOIRU MAN ZAKKAAHAA, ANTA WALIYYUHAA WAMAULAAHAA, ALLOOHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MIN 'ILMIN LAA YANFA'U WAMIN QOLBIN LAA YAKHSYA'U WAMIN NAFSIN LAA TASYBA'U WAMIN DA'WATIN LAA YUSTAJAABU LAHA Arti: Ya Allah ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, ketakutan, kekikiran, kepikunan, dan siksa kubur. Ya Al

DOA UNTUK ORANG SEDANG SAKIT

Doa untuk orang yang sedang sakit menampilkan kumpulan doa dalam islam. Kesehatan adalah barang yang mahal harganya. Berbagai cara dilakukan agar tetap sehat dan fit. Tapi yang namanya hidup, pasti ada pasang surut dan naiknya. Begitu juga dengan kesehatan, meski sudah semaksimal mungkin menjaga kesehatan tetap saja penyakit itu datang.  Di dalam ajaran agama islam disebutkan bahwa antarumat islam adalah saudara. Seperti hubungan antara tangan dan mata. Ketika tangan terluka, maka otomatis mata pun akan menangis karena ikut merasakannya. Begitupun sebaliknya, ketika mata mengeluarkan air akibat sedih, secara otomatis tangan akan menghapusnya. Sebagai sebuah keluarga besar, umat islam yang satu dengan yang lainnya akan saling mendoakan. Terlebih ketika melihat ada yang mengalami musibah seperti mengidap penyakit parah. Jenguk menjenguk dan saling mendoakan adalah hubungan harmonis antarumat islam yang selama ini terjaga. Di bawah ini adalah kumpulan doa untuk orang yang sedan